Sabtu, 31 Januari 2009

Di Balik Sisy

Jubah putih terlihat di sudut ruangan, selalu, 5 kali sehari. Bahkan bisa lebih dari itu. Jubah itu terlihat basah di beberapa bagian tertentu. Melekat menemani si empunya. untuk memuja sang Maha. Huh, dunia memang terasa berat bagi seorang Sisy. Yang bisa dilakukannya hanyalah berserah pada Tuhan. Ya…Shalat. Sebenarnya, Sisy punya keluarga yang harmonis, yah walaupun dalam tahap pas- pasan tapi cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari- hari. Ia juga punya banyak teman, bahkan seorang lelaki yang mengisi hari- hari indahnya. Tapi, pada kenyataannya tidak seindah yang terlihat. Jiwa dan raga Sisy rapuh. Penat…
Sisy, sepertinya terlahir sebagai perempuan yang ditakdirkan hidup demi orang lain. Bukan untuk dirinya sendiri. Dari kecil Sisy memang dididik untuk selalu mematuhi perintah orang tua, sekalipun itu sangat ditentang Sisy. Itulah yang terbawa di dalam diri Sisy sampai dia beranjak dewasa.
Sekarang, setelah sang Ayah meninggal, ia hanya hidup bersama Ibu dan kedua adiknya. Berbekal hidup dari uang pensiun almarhum ayahnya. Untung saja kuliahnya dapat dipertahankan, hanya saja sesuai perintah ibunya, Sisy dipindahkan ke kampus yang lebih murah dan tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi Sisy tetap menganggapnya sebagai berkah Tuhan.
Berkah Tuhan yang lain yang dapat dirasakan Sisy adalah Rama. Seorang pujangga yang sangat romantis. Begitulah pendapat Sisy mengenai Rama. Berjuta- juta puisi tersimpan rapi di sebuah kotak kecil yang diletakkan Sisy di langit- langit kamarnya_sebuah tempat rahasia Sisy. Benar, puisi- puisi itulah yang diberikan Rama untuk Sisy. Bukan sebatas ungkapan gombal, tetapi benar- benar tulus dari hati seseorang yang sedang jatuh cinta. Sisypun dapat merasakannya.
Setahun mereka lewati hari- hari bersama. Ceria…selalu menghinggapi batin Sisy dan Rama. Hingga sang maut menjemput ajal. Sang Rama dipanggil Tuhan di sisi-Nya. Kecelakaan merenggut nyawanya. Tanpa pamit. Ironis. Ketika Sisy benar- benar memiliki seseorang yang dianggapnya paling mengerti dirinya, seenaknya saja nasib memisahkan mereka. Kejam! Sisy seakan tak mampu melanjutkan hidupnya lagi. Tak tahu ke mana lagi ia berlabuh.
` Nisan itu berdiri kokoh. Selalu segar akan wewangian bunga. Yah, 4 bulan terlewati sudah sejak kematian Rama. Walau air mata terus membasahi, tapi Sisy tetap tegar menghadapinya. Sisy sepertinya sudah mengerti bahwa hidup harus terus berjalan. Ia hanya dapat berdoa smoga Rama di sana dapat tersenyum, ceria, dan selalu dikelilingi malaikat cantik.
Semuanya berjalan mulus hingga perkenalannya dengan Aksa. Teman sekampusnya. Mereka berkenalan dalam sebuah acara musik. Mereka semakin dekat karena mereka mengurusi sebuah EO yang sama. Menarik. Sisy kembali mendapatkan keceriaan dalam hidupnya. Pembawaan Aksa yang lucu membuat Sisy dapat melupakan semua masalahnya. Tawa lepas…Sisy belum pernah melakukannya sejak Rama pergi.
Dan, memang itulah yang terjadi. Cinta. A powerfull word. Untuk kedua kalinya Sisy menambatkan hatinya pada seorang lelaki. Pada sesosok Aksa. Hari- hari indahpun mereka jalani. Kadang merekapun mendatangi makan Rama bersama. Tidak ada rasa janggal di hati Aksa. Dia sangat mengerti perasaan Sisy.

Dugh…! Jantung Sisy berdetak kencang. Sakit.
Malam itu cerah. Aksa mengajak Sisy ke sebuah Restauran milik pamannya. Tempatnya sangat mendukung memandangi senyum bintang- bintang. Selain itu, di tempat itu, sambil menikmati makan malam, mereka juga dapat menyaksikan live music atau film dengan beratapkan langit dan berseberangkan sungai. Sisy dan Aksa melewati malam itu dengan penuh kemesraan hingga pagi tiba.
Dugh..! Sisy kembali meringis kesakitan. Jantungnya. Darah mengalir deras dari hidungnya untuk kesekian kalinya.
Senja menyapa. Matahari memudar. Dua sejoli itu bergandengan mesra di sepanjang pantai. Tampak seperti siluet. Dan…Dugh…! Dugh…! Kali ini disertai pekikan keras dari bibir Sisy. Kemudian Sisy menarik tangan Aksa dan duduk di tepian pantai. Aksa bingung. Panik. Tetapi, akhirnya Sisy berusaha tenang, lalu meninggikan nyalinya untuk menceritakan suatu hal yang sangat penting untuk kehidupan mereka berdua.
Sisy mulai dengan berita bahwa ia sejak kecil ternyata sudah dijodohkan dengan seorang lelaki yang kini sedang menjalani S2 di Australia. Seorang pengusaha muda. Tentu saja ia menolak dijodohkan karena, yah, ia sudah menjadi milik seorang Aksa sekarang. Seorang pemuda yang sangat dicintainya. Namun, Ibunya sangat menginginkan Sisy menjalani hubungan serius dengan si pengusaha. Apalagi keluarga besarnya. Karena si pengusaha telah banyak berjasa kepada keluarga besarnya. Terutama dalam masalah finansial. Huh, lagi- lagi itu. Masalah materi. Sisy sangat menyayangkan hal it. Tapi mau bagaimana lagi. Jika Sisy tidak mau dijodohkan, maka ia tidak akan lagi dianggap bagian dari keluarga besarnya. Sang Ibupun sudah memohon kepada Sisy agar mau menerima perjodohan itu. Dan sekarang, untuk kedua kalinya Sisy harus rela kehilangan lelaki yang dicintainya. Mengapa nasib selalu bertindak anarkhis!
Aksa hanya bisa meratap Sisy lunglai. Kosong, tanpa sepatah katapun. Dia tidak mengerti akan kenaifan hidupnya. Hidup kekasihnya.
Dugh…! lagi- lagi jantung Sisy berdetak cepat dan mengeluarkan darah dari hidungnya.
Aksa sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi ketika Sisy menenangkan Aksa dan mengatakan bahwa ia hanya kelelahan. Mimisan, sudah biasa. Tetapi Aksa tidak dapat lagi menahan emosinya. Aksa langsung memeluk Sisy yang masih terus mimisan sambil menangis. Tak dilepaskannya pelukan itu. Lama. Miris…
Akhirnya Sisypun luluh. Kali ini air mata deras juga mengalir di pipi lembut Sisy. Tak kuasa dia menahan tangis seiring kata demi kata yang keluar dari bibirnya. Cerita lain mengalir dari bibir Sisy yang sama sekali tidak diketahui Aksa. Cerita tentang raga Sisy yang rapuh karena tumor yang menggerogoti tubuhnya. Dulu ketika Sisy berusia 9 tahun, ia pernah dioperasi karena ada semacam daging tumbuh di tulang belakangnya. Dan, pasca operasi, daging tumbuh yang diperkirakan tumor itu berhasil dibuang. Namun, akhir- akhir ini muncul lagi gejala seperti yang dialaminya dulu. Hanya saja yang dirasakan kali ini sakit di bagian jantung dan kepala. Bahkan sakitnya bisa menjalar ke seluruh tubuh. Pernah Sisy memeriksakan diri ke dokter, dan perkiraan dokter sama seperti perkiraan Sisy, tumor. Namun, dokterpun belum 100 % yakin bahwa itu adalah tumor. Dokter menyarankan agar Sisy melakukan roentgen untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan. Dan sampai saat ini Sisy tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dia didera rasa takut yang berlebih. Takut kehilangan. Takut kehabisan air mata. Takut kehabisan kata- kata. Takut dan takut.
Aksapun hanya dapat memandang wajah polos Sisy tanpa kata. Ia benar- benar mencintai kekasihnya itu. Dia tidak mau kehilangan Sisy hanya karena perjodohan konyol itu dan…dan…daging tumbuh atau apalah yang ada di tubuh Sisy itu. Tak adil baginya. Benar- benar tidak adil!
Dan sekali lagi mereka berpelukan Kali ini Sisy yang memeluk Aksa. Dia tidak pernah menyesal untukmengenal Aksa. Sisy hanya menyesalkan nasib yang untuk kesekian kali mengecewakannya. Dalam pelukannya Sisy berucap selamat tinggal. A sadness word.
Sisy melepaskan pelukannya, lalu berlari kencang, dan tidak lagi menoleh ke belakang. Sementara Aksa hanya bisa memandangi rambut dan punggung perempuan yang sangat dicintainya itu. Tetapi Aksa tetap tidak mengerti. Senja yang menghilang dan berganti malam menemani sosok Aksa yang duduk terpaku menatap laut. Tanpa sadar air mata menggenangi pipinya. Kesepian menghampiri.
Di ujung sana, seorang lelaki berbadan tegap, parlente, tersenyum menatap Sisy. Ya, itulah Chris. Seorang pengusaha muda yang dijodohkan dengan Sisy. Namun, pemuda yang benar- benar tidak dicintainya. Sisy bahkan jijik melihat tampang “aduhainya”. Sisy hanya diam seribu bahasa ketika perkenalan itu terjadi. Bahkan mengenai luka- luka dalam raga dan batin Sisy tidak ia ceritakan. Percuma, perjodohan itu pasti tetap terjadi.
Keesokan harinya Chris yang memang masih mengambil pendidikan S2 Australi kembali ke sana untuk melanjutkan kuliahnya. Sayang, telah terjadi satu ikatan di antara Sisy dan Chris. Pertunangan. Dan sekembalinya Chris dari Negeri seberang, akan dipinanglah anak perawan cantik namun luka jiwa dan raganya, Sisy. Entah sampai kapan hidupnya akan terkekang seperti ini. Hanya Tuhan yang tahu.

Terinspirasi : Kisah hidup seorang sahabat

Senin, 17 September 2007


AYAH


“Ayah berangkat dulu sayang. Kalau ayah belum pulang sampai waktu makan malam, kamu makan sendiri ya!” kata ayah sambil berkemas.
“Iya ayah. Udah, ayah kerja aja. Ga usah mikirin Cita. Cita bisa makan sendiri koq. Aku kan uda 20 tahun yah!”jawabku sambil tersenyum.
”Iya.. ayah percaya anak ayah satu- satunya ini udah gede. Ya udah, ayah tinggal ya!”kata ayah lagi seraya mencium keningku.
Aku mengangguk. ”0ke bos! Ati- ati ya yah! Cita sayang ayah!”
Y Y Y
Ya, begitulah hari- hari Cita dilewati bersama ayah tercintanya. Hanya bersama seorang ayah, tanpa ibu ataupun saudara kandung. Cita memang tidak punya saudara, tapi ibu tentu punya. Sayangnya, ibu Cita sudah lama meninggalkan Cita dan ayahnya. Kira- kira 8 tahun yang lalu, karena penyakit lever yang dideritanya. Sejak itu, mereka hanya tinggal berdua.
Ayah Cita adalah seorang wartawan yang bekerja di sebuah koran daerah, yang sangat sibuk. Tetapi Cita sangat menyayangi ayahnya itu. Ia bangga mempunyai ayah seperti ayahnya yang giat bekerja. Sedangkan Cita hanya menuntut ilmu sampai tingkat SMU saja. Bukan karena sang ayah tidak mampu membiayai kuliah Cita, namun Cita yang memang tidak berniat untuk melanjutkan jenjang ke bangku kuliah. Sekarang ia bekerja di sebuah modiste karena memang gadis manis itu mempunyai kemampuan di bidang mendesain busana. Lagipula ia adalah lulusan sekolah kejuruan, dan pernah memenangkan beberapa kontes busana. Jadi, kemampuannya tidak diragukan lagi.
Y Y Y
Tok…tok…tok…pintu terdengar diketuk beberapa kali. Malam itu jam sudah berdentang sembilan kali. Cita beranjak dari mesin jahitnya lalu membuka pintu dan mendapatinya ayahnya di sana.
”Loh, ayah sudah pulang? Tumben yah? Biasanya jam 11 baru pulang.” Tanya Cita.
“Iya, kebetulan hari ini kerjaan beres semua. Jadi ayah bisa pulang lebih awal. Ayah kangen Cita. Hehehe…”jawab ayah sambil membelai kepalaku lembut.
“Kangen? Baru juga berapa jam gak ketemu. Ayah bisa aja. Uhm, aku siapin makan ya yah?! Cita temenin, tapi Cita gak ikutan makan, ntar gendut. Hwehe..”candaku.
”Ya udah, ayo makan. Masih aja diet. Dasar anak ayah!”kata ayah.
”Eh..udah untung aku temenin Yah! Jarang- jarang lo kita duduk di meja makan berdua.” kataku sambil mengambilkan ayah nasi.
”Iya ya. Maaf ya sayang. Tapi tuntutan pekerjaan yang buat ayah kaya gini. Tapi, besok ayah minta ijin lagi ya sayang! Seminggu ke depan ayah bakalan sibuk lagi.” terang ayah panjang lebar.
“Gak papa, yang penting ayah seneng, Cita juga seneng koq! Makan yah!”kataku lagi.
Y Y Y
Seperti biasa, pagi itu Cita ditinggal ayahnya kerja lagi. Cita tidak merasa sepi selagi masih banyak juga kegiatannya di modiste. Hari itu Cita mendapat tawaran untuk menjadi partner seorang desaigner kondang dalam sebuah peragaan busana. Cita mendapat tawaran sebagai asisten. Tentu saja hal itu tidak ditolak Cita, walaupun pasti sangat melelahkan.
Benar saja, malam itu lewat tengah malam Cita baru sampai di rumahnya. Tetapi, sang ayahpun belum ada di rumah. Cita berpikir mungkin ayahnya lembur malam itu. Namun, sampai keesokan siangnya, kabar dari ayahnyapun tidak ada. Cita berusaha menelepon ponsel ayahnya berulang kali, tapi nihil. Telepon ke kantornya, kata mereka ayah Cita sedang menjalankan tugas di lapangan. Tugas? Tugas apa yang membuat ayahnya tidak memberi kabar sedikitpun kepadanya! Cita mulai khawatir. Cita takut sesuatu yang buruk sedang menimpa ayah tercintanya.
Setelah 3 hari tidak ada kabar sama sekali dari ayahnya, Cita benar- benar merasa ayahnya sedang dalam kesulitan. Cita sudah berniat melaporkannya ke polisi sampai dia mendengar berita dari televisi yang menyebutkan bahwa ada 4 wartawan yang disandera karena dugaan kasus penyelundupan dana BULOG. Badan Cita lemas seketika mendengar berita itu, apalagi setelah mendengar bahwa salah satu wartawan yang disandera itu adalah ayahnya. Cita menagis sesenggukan. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia yakin betul ayahnya tidak melakukan satu kesalahan sekecil apapun! Ayahnya adalah pekerja profesional yang tangguh dan jujur, dan sudah bekerja dalam bidangnya selama 30 tahun.
Cita langsung menelepon kantor ayahnya untuk menanyakan kabar buruk itu dan mereka membenarkan. Namun pihak yang berwajib sedang mengusutnya, jadi mereka berharap ayah Cita akan baik- baik saja, begitupun dengan Cita.
Namun Cita tidak bisa diam begitu saja. Dengan segera ia berkemas dan berlari menyetop becak yang kebetulan lewat di depan rumahnya.
“Bang, ke Polsek ya Bang! Cepetan Bang! Ada urusan penting tentang hidup mati ayah saya! Cepet ya Bang!”teriak Cita kepada si abang becak.
“Iya, iya Non..emang ayah Non kenapa? Kecelakaan?”tanya si abang becak.
Cita tak sanggup menahan air matanya,”Hiks....ayah sa...ya...Bang...hiks...hiks...ayah diculik o..rang!!”kata Cita terbata- bata.
”MasyaAllah..sabar ya Non ya! Saya antar ke Polsek. Gratis deh buat Non. Ga usah bayar saya.” kata si abang becak lagi.
”Hiks...makasih Bang. Tapi, ya tetep saya bayarlah, Abang sudah nolong saya kok. Nanti Abang makan apa coba, hiks..?”jawab Cita.
“Ya udah, saya mau dibayar. Tapi diskonlah. Itung- itung bantuin Enon. Jangan sedih ya Non! Tabah ya.” Kata abang becak panjang lebar.
“Iya, makasih banget Bang!” Cita sedikit lega.
Y Y Y
Sesampainya di Polsek, Cita langsung mendapati banyak wartawan yang sedang meliput. Cita menduga mungkin mereka ingin meliput berita tentang disanderanya 4 wartawan, termasuk ayahnya itu. Dan setelah menanyakan kepada salah satu wartawan di sana, benar dugaan Cita. Cita mendapat informasi bahwa ayahnya dan beberapa wartawan yang lain yang disandera itu sekarang berada di sebuah gudang di sebuah daerah terpencil. Mereka menyandera keempat wartawan itu karena dituduh memberi informasi tentang busuknya kinerja BULOG dan adanya ketimpangan di bidang finansial BULOG. Sampai saat ini ada 7 saksi yang masih dimintai keterangan pihak yang berwajib mengenai kasus penyanderaan dan bobroknya kinerja BULOG itu.
Semua penjelasan wartawan itu membuat kepala Cita pening. Dia sama sekali tidak mengerti mengapa ada orang setega itu kepada ayahnya. Dia hanya bisa berdoa semoga ayahnya akan baik- baik saja. Pihak yang berwajib juga sudah mengadakan konferensi pers dan mengatakan bahwa lokasi penyanderaan sudah diketahui. Mereka akan segera bertindak untuk membebaskan para tawanan. Cita sedikit lega mendengarnya, dan terus berdoa untuk keselamatan ayahnya.
”Tuhan, tolong selamatkan ayah! Cita kangen ayah. Hanya dia yang aku punya di dunia ini Tuhan. Dengarkan doaku. Amin.” doa Cita.
Y Y Y
Keesokan paginya, Cita yang baru saja akan beranjak ke Polsek guna mencari informasi tentang ayahnya, mendengar berita terbaru di televisi bahwa keempat sandera berhasil ditemukan dini hari tadi. Namun, ada satu wartawan yang ditemukan tewas, karena ternyata ada aksi tembak- menembak. Lutut Cita terkulai lemas.
”Ya Tuhan...semoga ayahku baik- baik saja.” pinta Cita dalam hatinya.
Kemudian telepon berdering dan Cita dengan segera mengangkatnya.
“Hallo, benar ini kediaman Bapak Surya Kusuma?”, kata suara di seberang.
”Oh, iya betul Pak. Itu nama ayah saya. Ada apa Pak? Apa yang Bapak ketahui tentang ayah saya?”tanya Cita cepat.
“Sebaiknya anda datang ke Polsek sekarang saudari Cita! Ada….,” Cita memotong perkataan bapak di seberang “Iya Pak, segera saya ke Polsek.”
Y Y Y
Di Polsek apa yang ditakutkan Cita tidak terjadi. Dia menemukan ayahnya dengan selamat.
”Ayah...! Ayah baik- baik aja kan?! Cita kangen yah!,”teriak Cita sambil memeluk ayahnya.
“Cita! Ayah juga kangen! Maafin ayah ya, bikin Cita kawatir. Ayah baik- baik aja, seperti yang kamu liat sayang. Tapi, teman ayah ada yang meninggal. Tragis. Kasian dia. Liat keluarganya!;” kata ayah sambil menunjuk seorang wanita menangis sambil menggandeng kedua anak kecil yang kira- kira masih balita.
”Ya ampun! Kasian. Untung ayah gak papa! Ayah....! teriak Cita lagi sambil memeluk ayah tercintanya.
“Ayah seneng masih bisa ketemu Cita lagi. Memang busuk mereka. Mereka menculik ayah dan kawan- kawan karena kedok mereka sebagai koruptor terbongkar sayang. Memang ayah dan kawan- kawan itu yang membuat beritanya. Tapi itu fakta. Kami memang mau menjebloskan orang- orang seperti mereka ke penjara. Akhirnya mereka yang menyandera kami berhasil ditangkap pihak yang berwajib. Tentu saja hukuman mereka akan lebih berat. Enak saja mereka hidup mewah di atas penderitaan rakyat miskin. Ayah tidak suka itu Cita. Kamu tahu kan?” cerita ayah panjang lebar.
”Iya, Cita mengerti perasaan ayah. Aku percaya sama ayah. Aku bangga punya ayah! Ayo pulang yah! Aku mau buatin sup kacang merah kesukaan ayah. Pasti ayah suka.” ajak Cita.
”Iya, ayo kita pulang. Ayah kangen rumah. Kangen Cita.” kata ayah lembut.
Cita menghentikan langkah mereka,”Yah...ayah janji ya gak akan pergi ninggalin Cita?!” tanya Cita tiba- tiba. Ayahnya mengangguk,” Janji sayang! Gak ada lagi yang berani misahin ayah sama anak ayah yang paling cantik ini. ”
Mereka kemudian pulang ke rumah dan saling tertawa lepas, tanpa melepaskan rangkulan mereka.
”Aku sayang ayah! Aku akan berjuang demi kebahagiaan ayah. Aku percaya ayah sepenuhnya. Aku menyayangimu ayah.” batin Cita.
o/ YayaZ